Wednesday, February 23, 2011

pengendara

Dari kecil,saya sudah jadi pengendara.
Waktu tk,saya suka sekali ke sekolah naek sepeda,jadilah saya 'pengendara sepeda'.
Lanjut ke sekolah dasar,seiring masa pertumbuhan saya,saya masih juga pengendara, namun di level sepeda yang lebih tinggi, saat saat itu lagi booming sepeda BMX, bisa anda perkirakan usia saya saat ini,..
Saya sangat mencintai BMX saya, warna hitam, ada busa di stangnya dengan bungkus tulisan besar BMX nya. Pergi kemanapun saya, pasti si BMX menemani, maen ke rumah teman, nganterin ibu ke pasar[yang namanya nganterin disini,ibu jalan kaki dan saya mengekor dibelakangnya sambil mengendarai BMX saya], ke sekolah, ke sawah[tentu saya jinjing-jinjing jika melewati selokan sawah,bisa anda perkirakan besar badan saya waktu itu],balapan dengan teman[ya iyalah pake sepeda,lah wonk judulnya balap sepeda], dan banyak lagi kegiatan masa kecil saya dengan sepeda,bahkan maen layang-layang pun saya masih berada di atas sepeda saya. BMX saya itu begitu sederhana, jadi gak pernah saya kasih asesoris kunci, karena desa saya aman dari yang namanya maling sepeda[tidak seperti di Negeri Van Orange].
Setelah tumbuh jelang remaja, saya pindah dari desa di bawah gunung berapi terbsar di Indonesia ke daerah istimewa kerajaan, saya pindah kesana karena rekomendasi guru-guru SD saya, agar saya melanjutkan ke sekolah terbaik di kota, karena sayang dengan kecemerlangan otak saya.

Tak melupakan jasa-jasa BMX saya pun ikut urban ke kota. Karena saya suka berpetualang di daerah daerah baru, tak lama menetap di kota Gudeg ini, saya mencoba mengekplor keistimewaan kota ini, tetap dengan BMX saya,bersama teman2 sekolah menengah pertama saya saat itu,yang juga penghobi sepeda. Saya jelajahi sudut sudut kota, sampai pelosok-pelosok desa. Sampai suatu pagi nan indah dan cerah, saya sampai di daerah penuh hutan2 dan sawah ladang, di daerah ring road selatan. Dulu, daerah itu masih bisa bikin bulu kuduk berdiri, dan saat itu saya amat sangat bangga mengekplor daerah itu. Namun sekarang daerah sana lebih terlihat sebagai city sub urban, karena udah ngota banged rumah-rumah dan bangunannya.
Sepulangnya saya dari jalan jalan kecil saya itu, kena marahlah saya ma kakak saya, setelh tahukepergian saya seharain itu kemana, saya hanya senyam senyum aj, mbeling
istilah Jawanya begitu.

BMX saya punmakin berumur seiring pertumbuhan saya. Suatu pagi nan indah dan cerah, saya berangkat ke sekolah yang hanya 5-10 menit dengan kayuhan santai bersepeda sambil bersiul-siul[saat itu blm ngeboom gadget yg dicantel di kuping kayak sekarang ini,hmm well itung ajah usia saya sekarang], setelah sukses membelok dari gang rumah melunjur ke jalan raya, di depan mang2 becak yang mangkal, tiba-tiba GUBRAK!!!@#$%$@# , jatuhlah saya dengan suksesnya, dan berdarah-darah di bibir dan jidat saya. Dengan sigap,saya ditolong oleh bapak2 tukang becak yang sedari tadi nongkronng di becaknya. Demi melihat darah jidat saya di baju, pecahlah tangis termehek mehek sya, karena sakit dan takut tentu. Sang bapak becak dengan baik hati mengantar saya dan sepeda saya yang ternyata patah di stangnya menjadi dua[dan untungnya patah-an stang itu tidak sempat melukai wajah imut saya waktu itu, hingga masih terselamatkan dengan aksi jatuh saya langsung ke aspal, cb kalo iya...wiiiihhiiii..jgn sampek dagh...]

Kecelakaan individu waktu itu tak menyurutkan kesukaan saya mengendarai sepeda. Hanya saja, semenjak sekolah menengah atas, saya jarang mengendarainya, karena saya mulai tertarik dengan sepeda yang bermotor. Sebenarnya saya sudah lihai mengendarai yang bermotor sejak kelas 2 SMP, hanya karena tidak memungkinkan punya SIM umur segitu, yah dengan suka rela, saya jadi pengendara illegal.
sejak diberi kepercayaan mengendarai sepeda yang bermotor itulah, tingkat keingintahuan saya akan aksi jalan jalan menelusuri aspal-aspal makin tumbuh subur.
Poto ituh saya ambil dari keisengan menyelusuri aspal2 pantai selatan kota Gudeg bertahun silam.

1 comment:

p4hal4 said...

asfcsragfsdgfsdg